Selasa, 26 Oktober 2010

Guideline for Alternative Care of Children

Guideline for Alternative Care of Children
KETENTUAN – KETENTUAN POKOK MENGENAI
PENGASUHAN, PERWALIAN DAN PENGANGKATAN ANAK
MENURUT STANDAR KONVENSI HAK-HAK ANAK & INSTRUMEN INTERNASIONAL TERKAIT
dihimpun oleh : hadi utomo
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ 
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً ﴿٩﴾
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar". (QS Al Maidah: 9)


I.             Pasal 5 : Pengasuhan  Orang Tua
KETENTUAN 1 :
Pemerintah menghormati tanggung jawab, hak dan tugas orangtua atau, anggota-anggota keluarga ( extended family ) atau masyarakat sebagaimana sesuai dengan adat kebiasaan setempat, wali atau orang-orang lain yang secara hukum bertanggungjawab atas anak itu, dengan cara  disesuaikan dengan perkembangan kemampuan anak,  arahan dan bimbingan yang tepat dalam pelaksanaan hak-hak anak yang diakui dalam Konvensi yang  ini.
KETENTUAN 2 :
a)    Pelayanan  konseling keluarga atau program-program pendidikan orang tua ( parental education programmes ),
b)   kampanye kesadaran  bagi orang tua dan anak ( awareness campaigns for parents and children ) tentang hak-hak anak dalam kehidupan keluarga,
c)    pelatihan yang diberikan bagi kelompok profesi  yang relevan ( misalnya, pekerja sosial, psikolog, dokter, pendidik, hakim )serta  evaluasi terhadap efektifitasnya
Peningkatan pengetahuan/ informasi tentang perkembangan anak serta kapasitas perkembangan anak disampaikan kepada orang tua atau orang lain yang bertanggungjawab terhadap anak.
KETENTUAN 3 :
a)    Tentang langkah-langkah yang diambil untuk menjamin penghormatan atas prinsip-prinsip KHA, yaitu non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan anak, hak hidup, dan kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal mungkin.

KAJIAN Strategis & Sosial Budaya, 18 & 26 Agustus 2010
Secara kultural, diakui ada pengasuhan berdasarkan adat istiadat yang tidak disentuh oleh sistem peraturan hukum tertulis tetapi hidup di dalam masyarakat, berkembang di masyarakat, karena itu PP hendaknya tidak mengabaikannya. Apakah harus formal atau informal?,  KHA pasal 5 mewajibkan kepada tiap negara untuk mengakui sistem adat sebagai bagian dari sistem pengasuhan anak. Namun demikian, pelaksanaan pengasuhan anak termasuk adopsi, kalau tidak dipagari oleh aturan hukum dapat menimbulkan bias, karena banyak adopsi berdasarkan adat yang tidak menyentuh akar permasalahan pengasuhan dan perlindungan anak serta tidak disertai adanya  sistem tinjauan berkala (periodic review) terhadap kondisi anak yang berada dalam situasi adopsi maupun bentuk pengasuhan lainnya.
Sistem kekerabatan dalam pengasuhan anak lambat laun akan pudar, perlu revitalisasi dan antisipasi sistem pengasuhan dari keluarga inti ke keluarga pengganti dari kalangan kerabatnya sendiri. Untuk menghindarkan permasalahan di kemudian hari, maka pengasuhan anak oleh kerabatnya perlu diatur dalam PP. Hal itu dapat menghindarkan timbulnya konflik antar keluarga.

II.           Pasal 18,ayat 1 & 2 : Tanggung jawab Orang Tua
KETENTUAN  4 :
a)    Negara harus mengerahkan upaya-upaya terbaik                                                   untuk menjamin pengakuan atas prinsip bahwa para orangtua/wali mempunyai tanggungjawab bersama untuk melakukan pengasuhan dan perkembangan anak. Kepentingan terbaik  anak harus merupakan kepentingan utama mereka ( berkaitan dengan KETENTUAN 1 )
b)   Langkah-langkah yang diambil untuk memberikan bantuan pada orang tua atau  wali  dalam melaksanakan tanggungjawab membesarkan anak, serta tentang institusi, fasilitas dan pelayanan yang dikembangkan bagi pengasuhan anak.
c)    Langkah-langkah khusus  yang dilakukan untuk anak-anak dari keluarga single-parent  dan  kelompok paling miskin, termasuk mereka yang tinggal dalam kantong-kantong kemiskinan.
d)   Sistem pelaporan dan data relevan berdasarkan kelompok  (misalnya, menurut jenis kelamin, usia, wilayah, daerah pedesaan/perkotaan dan kelompok  dan etnis) tentang anak-anak yang menikmati fasilitas negara serta sumber daya yang dialokasikan  ( budget negara ) untuk mereka.

III.         Pasal 9 : Pemisahan dari orang tua
KETENTUAN 5 :
a)    Langkah-langkah yang diambil, termasuk langkah legislatif dan peradilan, untuk menjamin agar anak tidak dipisahkan dari orang tua kecuali jika pemisahan tersebut dianggap perlu demi kepentingan terbaik anak, seperti dalam kasus kekerasan fisik atau penelantaran  anak ataupun jika orang tua tinggal terpisah dan suatu keputusan harus diambil mengenai tempat tinggal anak.
b)   Perlu ditetapkan pihak yang berwenang yang ikut serta dalam pengambilan keputusan tersebut, UU yang dipakai serta prosedur dan peraturan dan peran tinjauan hukum (judicial review).
c)    Tentang langkah-langkah yang diambil sesuai dengan pasal 9, ayat 2 untuk menjamin anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi  dalam semua proses hukum  dan untuk mengungkapkan pandangannya.
d)   langkah-langkah legislatif dan peradilan, dan administratif untuk  menjamin  anak yang dipisahkan dari salah satu atau kedua orang tuanya memiliki hak untuk mempertahankan hubungan pribadi dan hubungan langsung, kecuali jika hal itu bertentangan dengan kepentingan terbaik anak.  Sampai sejauh mana pandangan anak dipertimbangkan  dalam menghadapi masalah ini.
e)    Langkah-langkah yang diambil sesuai dengan pasal 9, ayat 2 untuk menjamin agar dalam kasus pemisahan anak dari salah satu atau kedua orang tuanya sebagai akibat dari tindakan yang diambil oleh Negara, informasi penting tentang keberadaan anggota keluarga yang hilang harus diberikan, sesuai permohonan, kepada anak, orang tua, atau jika mungkin, anggota keluarga lainnya kecuali ketentuan mengenai informasi ini akan merugikan kesejahteraan anak, termasuk  langkah apa sajakah yang diambil untuk menjamin agar penyerahan permohonan tersebut tidak membawa kerugian bagi orang yang bersangkutan.
f)     Data relevan yang telah yang dikelompokan (misalnya, menurut jenis kelamin, usia, negara, kelompok sosial dan etnis) harus dikembangkan antara lain berkaitan dengan situasi penahanan, pemenjaraan, pembuangan/pengasingan, deportasi ataupun kematian,

IV.         Pasal 10 : Reunifikasi Keluarga
KETENTUAN 6 :
a)    Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar permohonan anak atau orang tuanya untuk memasuki atau meninggalkan sebuah negara untuk tujuan reunifikasi keluarga ditangani oleh Negara dengan cara yang positif, manusiawi dan secepatnya  dan agar penyerahan permohonan tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi pihak yang mengajukan maupun anggota keluarganya.
b)   Bagaimana permohonan tersebut dipertimbangkan sesuai dengan KHA, khususnya prinsip-prinsip umum seperti prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak hidup, dan kelangsungan hidup serta perkembangan semaksimal mungkin, termasuk dalam kasus anak tanpa dampingan dan pencari suaka.
c)    Langkah  yang  diambil untuk menjamin hak anak yang orang tuanya tinggal di negara yang berbeda untuk mempertahankan hubungan pribadi dan kontak langsung dengan kedua orang tuanya secara teratur.
d)   Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin penghormatan atas hak anak dan orang tuanya untuk meninggalkan negara manapun, termasuk negaranya sendiri, dan untuk memasuki negaranya sendiri. (Ketentuan tersebut harus menunjukkan berbagai batasan yang diberikan terhadap hak untuk meninggalkan negara,  bagaimana batasan tersebut dirumuskan lewat hukum, yang memang diperlukan untuk melindungi keamanan,  ketertiban umum (ordre public), kesehatan atau moral,  atau hak-hak dan kebebasan pihak lain serta sejauh mana batasan-batasan tersebut sesuai dengan hak-hak lain yang diakui dalam KHA, termasuk prinsip-prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak hidup, dan kelangsungan hidup serta perkembangan semaksimal mungkin).

V.           Pasal 11 : Pengiriman Anak-Anak Secara Ilegal Ke Luar Negeri Dan Tidak kembalinya Anak-Anak Yang Berada Di Luar Negeri
KETENTUAN 7 :
Ketentuan Negara tentang :
a)    Langkah-langkah yang diambil untuk mencegah dan memerangi pengiriman anak-anak secara illegal keluar negeri dan tidak kembalinya  anak-anak yang berada di luar negeri, termasuk langkah-langkah legislatif, administratif  atau peradilan, serta mekanisme monitoring  situasi di atas;
b)   Berbagai perjanjian bilateral atau multilateral tentang masalah ini yang sudah disetujui oleh Negara Peserta atau dimana Negara Peserta telah menjadi anggota/pesertanya serta dampak dari perjanjian tersebut;

KAJIAN Strategis & Sosial Budaya, 18 & 26 Agustus 2010

Beberapa pertanyaan terhadap issue ini, diantaranya :
a)    Anak WNA di Indonesia, orang tua bermasalah, sedangkan anaknya harus dikembalikan ke negara asal; sejauh mana kewenangan kita?; siapa yang berwenang? Kemlu? Kemensos?
b)   Apa kewenangan Kemlu, Kemensos untuk mengambil anak Indonesia yang terkatung-katung di luar negeri? - siapa yang bertanggung jawab atas resiko biaya yang diperlukan?
c)    Apakah pemerintah sudah melakukan perjanjian bilateral atau multilateral tentang pengasuhan, perwalian dan pengangkatan anak antar negara? – Bagaimana prosedurnya?
d)   Bagi anak Indonesia yang terkatung-katung diluar negeri, bagaimana prosedur penyerahan dari Kemlu kepada Kemensos dan dilanjutkan kepada orang tua anak/kerabat atau Panti? – siapa yang bertanggung jawab atas resiko biaya yang diperlukan?
e)    Bagi anak TKW dari LN perlu diatur prosedurenya: kinship, foster care, sehingga panti sebagai last resort benar-benar dapat dilaksanakan.
f)     Bagi anak Indonesia yang lahir di luar negeri dari perkawinan campur atau hubungan diluar nikah, bagaimana status kewarganegraan anak tersebut? ; Jika anak tersebut ingin kembali ke Indonesia, bagaimana prosedurnya?
g)    Bagi anak diluar negeri yang diasuh oleh orang tua tunggal kemudian orangtuanya meninggal, tidak mampu kembali ke Indonesia, siapa yang harus bertanggung jawab? ; bisakah dilakukan adopsi diluar negeri? ; bisakah dilakukan adopsi di Indonesia?

VI.         Pasal 27, ayat 4 : Pemulihan Pengasuhan Anak
KETENTUAN 8 :

a). Langkah apa sajakah yang diambil (termasuk langkah legislatif, administratif dan peradilan) serta mekanisme atau program  yang dikembangkan untuk menjamin pemulihan pengasuhan anak dari orang tua atau orang lain yang memiliki tanggungjawab finansial terhadap anak, baik dari dalam negeri ataupun dari luar negeri, termasuk dalam kasus-kasus pemisahan atau perceraian orang tua. Pengasuhan juga harus meliputi :
ü  Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin pengasuhan anak dalam kasus-kasus dimana orang tua atau orang lain yang memiliki tanggungjawab terhadap anak menghindar dari pembayaran biaya pengasuhan tersebut;
ü  Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin penghormatan atas prinsip-prinsip umum dalam KHA, yakni, non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan anak, hak hidup, dan kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal mungkin;
b). Faktor-faktor dan kesulitan yang mungkin berpengaruh terhadap pemulihan
pengasuhan bagi anak (misalnya, tidak adanya akte kelahiran) atau
pelaksanaan keputusan yang berkaitan dengan tanggung jawab pengasuhan;
a)    Pengembangan data relevan yang telah dikelompokkan dalam bidang ini, termasuk menurut jenis kelamin, usia, kewarganegaraan dan tempat tinggal anak serta orang tuanya, atau orang-orang yang bertanggungjawab atasnya.

VII.       Pasal 20 : Anak-anak yang tercabut/terpisah dari lingkungan keluarganya
KETENTUAN 9 :
Langkah yang diambil negara untuk menjamin:
a)    Perlindungan khusus dan bantuan  bagi anak yang untuk sementara atau selamanya terpisah dari lingkungan keluarganya atau yang karena demi kepentingan terbaiknya harus meninggalkan lingkungan keluarganya;
b)   Pengasuhan  alternative  untuk anak tersebut, dengan mengkhususkan bentuk-bentuk pengasuhan  yang ada ( antara lain foster placement,  kafalah dalam hukum Islam, adopsi, atau jika perlu pengasuhan dalam institusi untuk mengasuh anak);
c)    Penempatan anak dalam institusi yang sesuai hanya akan dilakukan jika benar-benar dianggap perlu ( sebagai langkah terakhir );
d)   Monitoring situasi anak yang ditempatkan dalam pengasuhan;
e)    Penghormatan atas prinsip-prinsip umum KHA, yakni, non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, penghormatan atas pandangan anak, hak hidup, dan kelangsungan hidup serta perkembangan sampai semaksimal mungkin.

KAJIAN Strategis & Sosial Budaya, 18, 26 Agustus & 29 Sept 2010
Beberapa pertanyaan terhadap issue ini, diantaranya :

a)    Bagaimana cara mencegah keterpisahan anak dari keluarganya?
b)   Bagaimana memonitor kondisi anak untuk memastikan bahwa anak tidak mengalami kekerasan dan eksploitasi yang dilakukan oleh keluarganya sendiri?
c)    Bagaimana mengembangkan tanggung jawab masyarakat dalam meningkatkan kesadaran orangtua dan keluarga terhadap pengasuhan anak secara bertanggung jawab?
d)   Bagaimana mengembangkan tanggung jawab masyarakat dalam mencegah dan menangani  keterpisahan anak dari keluarga?
e)    Apa saja kewajiban negara dalam mengembangkan kesadaran orangtua, keluarga dan masyarakat tentang pengasuhan anak secara bertangung jawab?
f)     Langkah-langkah apa sajakah yang wajib diambil negara dalam melakukan pencegahan keterpisahan anak dari keluarga?
g)    Langkah-langkah apa sajakah yang wajib diambil negara dalam melakukan penanganan keterpisahan anak dari keluarga?
h)   Jika keluarga tidak mampu mengasuh dan melindungi anak. Bagaimana mendorong dan mendukung kerabat ( paman, bibi, kakek, nenek ) anak agar bertanggung jawab dalam mengasuh dan melindungi anak?
i)     Siapa saja yang harus bertangung jawab mencegah anak tidak mendapatkan perlakuan  kekerasan, eksploitasi dan trafiking, ketika anak mengalami keterpisahan dari keluarganya?
j)     Siapa saja yang harus bertanggungjawab mencegah anak tidak terjebak menjadi anak jalanan, berhadapan dengan hukum, ketika anak mengalami keterpisahan dari keluarganya?
k)    Perlukah mengatur prosedur dan monitoring pengasuhan anak oleh kerabat?
l)     Bagaimana prosedur untuk menjadi kuasa asuh? Orangtua angkat?
m)  Bagaimana prosedur penempatan anak dalam panti, ketika anak mengalami keterpisahan dari keluarganya? Apa saja syarat-syaratnya? Perlukah membuat persyaratan bahwa anak boleh diasuh di panti ketika kerabatnya tidak bersedia mengasuh anak? Perlukah membuat persyaratan yang dituangkan dalam “Surat Pernyataan” baik dari kerabat maupun tokoh masyarakat?  Instansi pemerintah mana saja yang berwenang memonitor kondisi anak dalam panti?
n)   Partisipasi anak : Bagaimana cara menghargai, mengembangkan dan mem-fasilitasi pendapat anak ketika anak dalam proses penempatan di pengasuhan alternatif/panti?, Apa saja syarat pendirian panti? Bagaimana standar panti?
o)   Apa saja kategori anak boleh diasuh dalam panti? Misalnya : anak korban kekerasan? anak korban kekerasan seksual dalam keluarga? incest? Anak korban trafiking? anak yang berhadapan dengan hukum? Anak korban eksploitasi ekonomi? Pengungsi anak? Anak terlantar? Anak dari keluarga miskin? Anak yang terpisah dari orangtuanya( seperated children )? Anak yang terpisah dari orangtuanya,keluarganya, kerabatnya dan unsur-unsur keluarga sedarahnya ( unaccompanied children )?
p)   Sejak umur berapa anak boleh masuk panti? Sampai berumur berapa?
q)   Apa saja hak-hak anak ketika berada dalam pengasuhan alternatif/panti?

r)    Hadits Nabi Muhammad s.a.w. Diriwayatkan dari Nabi s.a.w.  bahwasanya dia bersabda: Barangsiapa  dipanggil  kepada  selain  nama  ayahnya sedangkan dia mengetahui, maka sorga haram baginya. Hadits  ini  melarang  menghubungkan  nasab  kepada  nasab orang lain selain  ayah kandungnya.

s)    Nasab tidak boleh disalahgunakan :
Ø  Upaya  seseorang   mengangkat  seorang  anak  dan  menisbah-kan   kepada  dirinya,  tidak  dapat  merubah  hakikat  dari  anak  itu sendiri  sehingga  tetap  saja  bukan  anaknya.  Untuk  meng-hindarkan penipuan dan penyalahgunaan nasab, Qur’an menya-rankan agar memanggil  anak  angkat  dengan  panggilan  nama ayahnya yang sebenarnya. 
Ø  Pengalihan  nasab  adalah  sebuah  pemalsuan  yang  harus  diwaspadai dalam kehi-dupan keluarga.
 [ Dr.  H.  Satria  Effendi  M.Zein   yang  menulis  pada Bab IV  buku               Analisis Hukum  Islam Tentang Anak  Luar Nikah  (1998/1999: 63)

LARANGAN : [ Wahbah az Zuhayly ( VII; 1989: 673-674) ] menyebutkan:
Ø  Syariat  Islam  melarang  orang  laki-laki  mengingkari  nasab anaknya  sendiri,  serta  melarang  ibu-ibu  menisbahkan  nasab anaknya kepada orang selain ayah hakikinya.
Ø  Syariat  Islam  melarang  anak  menisbahkan  nasabnya  kepada selain ayahnya sendiri.
Ø  Syariat  Islam  telah  membatalkan  hukum  tabany  / pengang-katan  anak  seperti  yang  terjadi  dizaman  jahiliyah  ( sebelum Islam ).

t)    Anak  Temuan  (al  Laqied)
Halal dan Haram dalam Islam oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy  --  Penerbit:  PT. Bina Ilmu, 1993
Mengangkat Anak dengan Arti Mendidik dan Memelihara
§  Laqith (anak yang dipungut di jalan)  sama dengan  anak yatim. Tetapi untuk anak seperti ini lebih patut  dinamakan  Ibnu Sabil (anak jalan) yang oleh Islam dianjurkan untuk  memeliharanya.
Apabila  seseorang  yang  memungutnya  itu  tidak mempunyai keluarga, kemudian dia bermaksud akan memberikan  hartanya           itu kepada anak pungutnya tersebut, maka dia dapat  menyalur- kan melalui cara hibah sewaktu dia masih hidup, atau dengan jalan wasiat dalam batas sepertiga pusaka, sebelum meninggal dunia.

u)   Anak  yang  tidak  diketahui  Nasabnya
Menurut  Sayyid  Sabiq  dalam  Fiqhus  Sunnahnya  (III,  t.t.  : 167) yang dimaksud dengan anak temuan (al  laqied) adalah :  “anak kecil  yang  belum  baligh  yang  ditemukan  di  jalan  atau  sesat  di jalan  serta  tidak  diketahui  nasabnya”.
Untuk  zaman  sekarang,   dimana  tidak  ada   lagi  orang  yang mengetahui  hubungan  nasab antara  dua  orang  berdasarkan  ciri-ciri   jasmaniahnya,   maka  barang  bukti  berupa  hasil  pe-meriksaan  golongan   darah   atau   hasil   pemeriksaan     DNA  (deoxyribo  nucleic acid) dapat dipergunakan.

VIII.     Pasal 21 : Adopsi
KETENTUAN 10 :
a)    Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar, jika Negara Peserta mengakui dan/atau mengijinkan adopsi, kepentingan terbaik anak akan menjadi pertimbangan paling utama. Ketentuan juga harus diberikan tentang:
§        Pihak yang berwenang untuk memberikan kuasa adopsi (Proses, prosedur );
§        Informasi yang sesuai dan layak dipercaya tentang UU dan prosedur adopsi
§        Status anak berkaitan dengan orang tuanya, saudaranya, dan walinya yang diperlukan untuk keperluan ijin adopsi;
§        Pelibatan orang-orang yang terkait, situasi dimana ijin mereka dikehendaki dan konsultasi diberikan, termasuk memungkinkan pertimbangan dan konsekwensi adopsi, dan sejauh mana partisipasi anak dijamin dan pandangannya dipertimbangkan;
§        Langkah perlindungan anak termasuk mekanisme monitoring yang ada;
§        Akibat dari adopsi terhadap hak-hak anak, khususnya hak sipilnya, termasuk identitas anak dan hak anak untuk mengetahui orang tua kandungnya.

b)   Dalam kasus adopsi antar negara,  ketentuan tentang langkah-langkah untuk menjamin:
§        Solusi tersebut hanya dianggap sebagai sarana   bagi pengasuhan anak jika ditempatkan dalam keluarga asuh atau adopsi, dengan cara apapun, sedapat mungkin diasuh di lingkungan keluarga  asal anak;
§        Anak yang terlibat dalam adopsi antar negara menikmati perlindungan dan bantuan  yang sejajar dengan yang ada dalam adopsi dalam negeri;
§        Penempatan lewat adopsi antar  negara tidak mendatangkan keuntungan  bagi mereka yang terlibat didalamnya ( menghindarkan exlpoitasi & trafiking ) ;
§        Mekanisme yang sesuai telah ditetapkan untuk memonitor situasi anak, termasuk setelah anak menjalani adopsi antar negara, dan untuk menjamin agar kepentingan terbaiknya tetap menjadi pertimbangan yang paling utama.

c)    Ketentuan juga harus menujukkan:
§        Berbagai perjanjian bilateral dan multilateral atau perjanjian yang disepakati oleh Negara Peserta untuk meningkatkan tujuan pasal 21 (misalnya Konvensi Hague bulan Mei 1993 tentang Perlindungan Anak dan Kerjasama tentang Adopsi Antar Negara);
§        Dalam kerangka ini, langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar penempatan anak di negara lain dilaksanakan oleh pihak atau badan yang berwenang;
§        Pengembangan data relevan yang telah dikelompokkan tentang anak yang terlibat dalam adopsi antar negara, termasuk pengelompokan : usia, jenis kelamin, status anak, situasi keluarga anak yang diadopsi dan keluarga yang mengadopsi, serta negara asal anak dan negara yang mengadopsi;

KAJIAN Strategis & Sosial Budaya & Hukum, 18, 26 Agustus & 29 Sept 2010
Beberapa pertanyaan tentang pengangkatan anak, diantaranya :

a)    PP 54: Pengangkatan anak mengatur tentang  pengajuan persyaratan dengan diketahui dari Dinas Sosial setempat, dan harus ada yang mendampingi sampai ke tingkat pengurusan di tim PIPA,persoalannya siapa yang akan mendampingi ? apa dasar kewenangannya?
b)   Menurut PP 54, usia perkawinan untuk menjadi orang tua angkat minimal 5 tahun, hal ini akan mempersulit keluarga yang akan mengangkat anak tetapi dengan usia perkawinan dibawah lima tahun, walaupun keluarga tersebut sangat berkeinginan untuk mengangkat anak karena mengidap masalah keturunan. Bisakah usia perkawinan calon orangtua angkat dibawah lima tahun?
c)    Perlu ada pengawasan dalam pelaksanana adopsi, untuk menghindari penyelewengan. Siapa yang berhak mengawasi? Bagaimana prosedur pengawasannya? Bagaimana koordinasi antar instansi pemerintah dalam melakukan pengawasan? Perlukah melibatkan LSM atau masyarakat? Sampai kapan pengawasan dilakukan?
d)   Kasus orangtua yang menyalahgunakan anak seperti anak di-eksploitasi atau anak menjadi korban trafiking. Instansi pemerintah mana saja yang berhak melakukan penilaian kondisi dan melakukan langkah-langkah perlindungan terhadap anak angkat?
e)    Perlukah disediakan prosedur komplain bagi anak yang berada dalam pengasuhan alternatif/panti?

f)     The Hague Convention on Protection of Children and Cooperation
in respect of Intercountry Adoption  menetapkan  ketentuan bahwa adopsi hanya dapat diputuskan oleh pihak yang berwenang ;  memastikan terjadinya konsultasi dengan anak; anak diberi  informasi tentang akibat adopsi; mempertimbangkan pendapat anak; adanya ijin dari anak; berdasarkan pada tingkat kematangan dan umur anak; Juga pernyataan bahwa ijin dari anak harus diberikan secara bebas tanpa bujukan.

g)    Firman  Allah :
"Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu itu sebagai anak-anakmu sendiri, yang demikian itu adalah omongan-omonganmu dengan mulut-mulutmu, sedang Allah berkata dengan benar dan Dialah yang menunjukkan ke jalan yang lurus. Panggillah mereka (anak-anak) itu dengan bapak-bapak mereka, sebab dia itu lebih lurus di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapa-bapa mereka, maka mereka itu adalah saudaramu seagama dan kawan-kawanmu." (al-Ahzab: 4-5)

IX.         Pasal 25 : Tinjuan Periodik (berkala) terhadap Penempatan Anak
KETENTUAN 11 :
a)    Langkah-langkah yang diambil, termasuk langkah legislatif, administratif, dan peradilan, untuk melengkapi hak anak yang telah ditempatkan (untuk diasuh ) oleh pihak yang berwenang untuk tujuan pengasuhan, perlindungan atau pemulihan kesehatan fisik dan mentalnya, dengan tinjauan periodic (berkala) terhadap pengasuhan yang diberikan kepada anak dalam institusi, pelayanan, dan fasilitas pemerintah atau swasta, serta semua kondisi lainnya yang relevan bagi penempatannya.
b)   Ketentuan tentang:
§        Pihak yang dianggap berwenang untuk tujuan tersebut, termasuk berbagai mekanisme independen yang sesuai yang telah ditetapkan;
§        Situasi yang dipertimbangkan dalam memutuskan penempatan anak dalam rangka pengasuhan dan penyembuhan;
§        Frekuensi tinjauan terhadap penempatan dan pengasuhan anak;
§        Penghormatan yang dijamin untuk ketentuan dan prinsip KHA, termasuk prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak dan penghormatan atas pandangan anak;
§        Pengembangan data yang relevan tentang anak-anak yang bersangkutan, termasuk dalam situasi penelantaran, cacat, dan pencari suaka serta pengungsi, termasuk anak-anak yang tanpa dampingan, dan dalam situasi anak yang berkonflik  dengan hukum, yang dikelompokkan antara lain menurut usia, jenis kelamin, kewarganegaraan, kelompok etnis dan sosial, situasi keluarga dan tempat tinggal, serta jangka waktu penempatan dan frekuensi tinjauan;
KAJIAN Strategis & Sosial Budaya & Hukum, 18, 26 Agustus & 29 Sept 2010
Perlu ada pengawasan dalam pelaksanana adopsi, untuk menghindari penyelewengan. Siapa yang berhak mengawasi? Bagaimana prosedur pengawasannya? Bagaimana koordinasi antar instansi pemerintah dalam melakukan pengawasan? Perlukah melibatkan LSM atau masyarakat? Sampai kapan pengawasan dilakukan?


X.           Pasal 19 : Kekerasan Fisik dan Penelantaraan & Pasal 39 : Pemulihan Fisik dan Psikis serta Reintegrasi Sosial
KETENTUAN 12 :

a)    Langkah-langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang diambil yang sesuai dengan pasal 19 untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, luka fisik dan kekerasaan verbal (bentakan dan umpatan), penelantaran atau kelalaian, perlakuan salah atau eksploitasi, termasuk kekerasan seksual selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau orang lain yang mengasuh anak.
Ketentuan secara khusus harus mencakup :
§        UU  (pidana dan/atau hukum keluarga) termasuk larangan segala bentuk kekerasan fisik dan mental, termasuk hukuman fisik, perbuatan merendahkan derajat dengan sengaja, luka fisik, kekerasaan verbal (bentakan dan umpatan), penelantaran atau eksploitasi, antara lain dari keluarga, orangtua  asuh atau bentuk-bentuk pengasuhan lainnya, dan dalam institusi-institusi pemerintah  atau swasta, seperti penjara dan sekolah;
§        Sarana perlindungan hukum lainnya yang relevan dengan perlindungan anak seperti yang dituntut oleh pasal 19;
§        Prosedur keluhan/ anak bisa mengajukan keluhan, baik secara langsung atau lewat perwakilan, serta tersedia pelayanan pemulihan ( termasuk ganti rugi );
§        Prosedur untuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah  dalam kasus dimana anak membutuhkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah atau penelantaran, seperti yang dituntut oleh pasal 19;
§        Langkah-langkah pendidikan dan langkah-langkah lainnya yang dipakai untuk meningkatkan disiplin, pengasuhan dan perlakuan terhadap anak secara positif dan tanpa kekerasan;
§        Berbagai kampanye  informasi dan peningkatan kesadaran untuk mencegah situasi kekerasan, perlakuan salah atau penelantaran dan untuk memperkuat sistem perlindungan anak;
§        Berbagai mekanisme yang dibentuk untuk  memonitor sejauh mana bentuk-bentuk kekerasan, luka fisik dan kekerasaan verbal (bentakan dan umpatan), penelantaran atau kelalaian, perlakuan salah atau eksploitasi yang terkandung dalam pasal 19, termasuk dalam keluarga, institusi atau pengasuhtan lainnya, yang bersifat mendukung kesejahteraan, pendidikan atau hukuman anak, serta faktor-faktor sosial dan faktor lainnya yang mendukung, serta evaluasi yang dibuat demi efektifitas langkah yang diambil;  
§        Pengembangan data tentang anak yang sudah dikelompokkan, termasuk pengelompokan lewat usia, jenis kelamin, situasi keluarga, pedesaan/perkotaan, sosial ataupun etnis.

b)   Berkaitan dengan pasal 19, ayat 2,  terdapat ketentuan tentang, antara lain:
§        Prosedur  yang efektif yang dibuat untuk penetapan program-program sosial guna memberikan bantuan yang diperlukan bagi anak dan mereka yang mengasuh anak, termasuk mekanisme rehabilitasi;
§        Bentuk-bentuk pencegahan yang lain;
-       Ketentuan mengenai langkah-langkah nyata yang diambil untuk identifikasi, pelaporan, rujukan, investigasi, penyembuhan, dan tindak lanjut atas kasus-kasus yang tercakup dalam pasal 19, serta untuk pelibatan peradilan;
-       Berbagai sistem pelaporan wajib bagi kelompok perofesi   yang bekerja dengan dan untuk anak (misalnya para pekerja sosial, guru atau dokter);
-       Hotlines  yang bersifat pribadi, nasehat, atau konseling bagi anak korban kekerasan, perlakuan salah atau penelantaran maupun bentuk-bentuk lain yang tercakup dalam pasal 19;
-       Pelatihan khusus yang diberikan kepada kelompok profesi yang terkait.

c)    Langkah-langkah yang diambil yang sesuai dengan pasal 39 untuk menjamin pemulihan fisik dan psikis serta reintegrasi social  anak yang menjadi korban berbagai bentuk penelantaraan, eksploitasi atau perlakuan salah yang terdapat dalam pasal 19, dalam suatu lingkungan yang mendukung kesehatan, harga diri dan martabat anak.

XI.         Pasal 7 : Nama dan Kewarganegraan & Pasal 8 : Mempertahankan
Identitas.
KETENTUAN 13

a)    Langkah-langkah konkrit yang diambil atau direncanakan untuk menjamin agar setiap anak didaftarkan segera atas kelahirannya.
b)   Langkah-langkah konkrit yang diambil untuk mencegah tidak didaftarkannya segera setelah kelahirannya, termasuk karena hambatan sosial atau budaya, antara lain di daerah-daerah pedesaan atau terpencil, dalam kaitannya dalam kelompok- kelompok nomadis (yang suka berpindah-pindah), pengungsi lokal serta anak-anak pengungsi dan pencari suaka.
c)    Langkah-langkah kampanye publik dan memobilisasi pendapat umum tentang pentingnya pencatatan kelahiran anak,
d)   Pelatihan yang memadai bagi petugas pencatatan.
e)    Unsur-unsur identitas anak dalam pencatatan kelahiran untuk mencegah segala bentuk stigmatisasi atau diskriminasi anak.
f)     Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin hak-hak anak untuk mengetahui dan dirawat orang tuanya.
g)    Pasal 7, ayat 2, menjamin anak untuk mendapatkan kewarganegaraan, khususnya bagi anak yang tidak memiliki kelengkapan administrasinya yang dapat menyebabkan anak tidak diakui kewarganegaraannya. Ketentuan harus dibuat bagi pelaksanaan hak ini dalam kaitannya dengan anak yang dilahirkan di luar ikatan perkawinan, dan anak pengungsi serta pencari suaka.

B. Mempertahankan identitas (pasal 8)
h)   Ketentuan untuk mempertahankan identitas anak dan mencegah campur tangan yang tidak sah. Dalam hal perampasan yang tidak sah terhadap semua unsur identitas anak, ketentuan  juga harus menunjukkan langkah-langkah yang diambil untuk memberikan bantuan dan pelindungan yang sesuai bagi anak dan untuk menjamin pemulihan identitasnya secepatnya.  

XII.       Pasal 2 : Non Diskriminasi
KETENTUAN 14

a). Ketentuan tentang  prinsip non-diskriminasi dimasukkan sebagai prinsip yang  mengikat dalam UUD atau UU khusus untuk anak dan semua dasar-dasar diskriminasi yang tercantum pasal 2 KHA tercermin dalam ketentuan-ketentuan hukum tersebut.
b).  Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar diskriminasi dicegah dan diperangi, baik secara hukum maupun dalam prakteknya, termasuk diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik dan pandangan-pandangan yang lain, suku bangsa, etnis, atau sosial, harta milik, kecacatan, status kelahiran anak atau status lainnya, serta status orang tua atau walinya,  termasuk anak-anak yang dalam komunitas minoritas dan penduduk asli, anak-anak cacat, yang lahir diluar ikatan perkawinan, anak-anak tanpa kewarganegaraan, migran, pengungsi lokal, para pengungsi dan pencari suaka yang tinggal dan/atau bekerja di jalanan.
c). Pengembangan data yang terpilah-pilah kedalam berbagai kelompok anak-anak yang tersebut diatas.

XIII.     Pasal 3 : Kepentingan Terbaik bagi Anak
KETENTUAN 15

a).          Ketentuan tentang  prinsip kepentingan terbaik anak dan perlunya menjadikan prinsip ini sebagai bahan pertimbangan utama dalam semua tindakan yang berkaitan dengan anak tercermin dalam UUD dan UU serta peraturan yang ada.
b). Ketentuan mengenai pertimbangan terhadap prinsip kepentingan terbaik anak yang dilakukan oleh peradilan, badan administratif, dan legislative, serta lembaga-lembaga kesejahteraan sosial negeri ataupun swasta.
c). Ketentuan mengenai kepentingan terbaik anak menjadi prioritas pertimbangan yang utama dalam kehidupan keluarga, kehidupan sekolah, dan kehidupan sosial serta dalam bidang-bidang seperti:
ü  Adopsi;
ü  Prosedur imigrasi, pencari suaka dan pengungsi;
ü  Penempatan dan perawatan anak dalam institusi;
ü  Jaminan sosial.
d). Ketentuan yang  sesuai dengan pasal 3, ayat 3, untuk menetapkan standar yang sesuai    bagi institusi/panti, pelayanan, dan fasilitas publik maupun swasta yang bertanggungjawab atas pengasuhan  dan perlindungan anak dan untuk menjamin agar sesuai dengan standar tersebut, khususnya dalam kaitannya dengan keamanan, kesehatan, jumlah dan kelayakan staf serta pengawasan yang berwenang.

XIV.     Pasal 6 : Hak Hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
Ketentuan 16 :
a)    Langkah-langkah khusus untuk menjamin hak anak atas kehidupan dan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak semaksimal mungkin, termasuk perkembangan pisik, mental, spritual, moral, psikis dan sosial, dengan cara yang sesuai dengan martabat manusia, dan untuk menyiapkan anak sebagai individu yang hidup dalam masyarakat yang bebas.
b)   Langkah-langkah yang diambil untuk menjamin pencatatan kematian anak, penyebab kematian dan, penyelidikan dan laporan tentang kematian tersebut serta tentang langkah-langkah yang dimbil untuk mencegah bunuh diri anak dan memonitor tingkat frekuensinya serta menjamin kelangsungan hidup anak di semua usia, termasuk remaja, pencegahan resiko yang secara khusus menjadikan kelompok anak tersebut rentan (misalnya, penyakit menular seksual, kekerasan di jalanan).
c)    Pengembangan data relevan yang sudah dikelompokan, termasuk jumlah bunuh diri anak.

XV.       Pasal 12 : Penghormatan Atas Pandangan Anak
KETENTUAN 17 :
a). Ketentuan mengenai hak anak untuk mengungkapkan pandangannya secara bebas dalam semua masalah yang mempengaruhinya, dan ketentuan agar pandangan anak dipertimbangkan telah dimasukkan dalam peraturan, dengan cara yang sesuai dengan perkembangan kapasitasnya, termasuk dalam:
ü  Kehidupan keluarga;
ü  Kehidupan sekolah;
ü  Pelaksanaan peradilan anak;
ü  Penempatan dan kehidupan dalam bentuk-bentuk pengasuhan kelembagaan dan bentuk-bentuk yang lain;
ü  Prosedur pencarian suaka.
b). Ketentuan untuk meningkatkan kesadaran keluarga dan masyarakat secara          umum akan perlunya mendorong anak guna melaksanakan hak-haknya untuk mengungkapkan pandangannya, dan untuk melatih kelompok profesi yang berkerja bersama anak untuk mendorong anak melakukan hal tersebut, serta mempertimbangkan pandangan tersebut. 

c).  Ketentuan mengenai kewajiban mengikuti pelatihan tentang hak-hak anak  dan perlindungan anak yang diberikan kepada staf-staf sebagai berikut:
ü  Hakim;
ü  Petugas masa percobaan;
ü  Petugas polisi;
ü  Petugas penjara;
ü  Pekerja Sosial;
ü  Psikolog;
ü  Para guru;
ü  Petugas kesehatan;
ü  Kelompok profesi lainnya.

XVI.     Instrumen internasional yang relevan dengan pasal-pasal Konvensi Hak-hak Anak :

1.     the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights ,1966, pasal 10
2.     the International Covenant on Civil and Political Rights,1966, pasal 12 (2 dan 4 ), 17, 18 (4), 23, 24
3.    Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women,1979, pasal 5 dan 16
4.    ILO Recommendation supplementing the Maternity Protection Convention, 2000 (No. 191), pasal 18
5.    Declaration of the Rights of the Child:, 1959,  pasal 6
6.    International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families, July 2003, pasal 14, 22, 44
7.    Optional Protocol on the sale of children, child prostitution and child pornography, 2000, pasal  2 dan 3
8.    ILO Worst Forms of Child Labour Convention (No.182), 1999, pasal 3
9.    Optional Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, supplementing the united nations convention against transnational organized crime,2000, pasal 2,3,5,6,7,8,9
10.  Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the sale of children, child prostitution and child pornography, 2000, pasal  1 – 10
11.   Hague Convention on Protection of Children and Cooperation in respect of Intercountry Adoption -  Hague Conference on Private International Law, The Hague, 29 May 1993 Entered into force: 1 May 1995,  pasal 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar